PERAN PENTING MORAL DAN IPTEK MENUJU SDM UNGGUL, INDONESIA PRODUKTIF
Indonesia merupakan negara yang besar. Negara yang kaya raya dengan kekayaan alam yang sangat melimpah. Kekayaan alam yang melimpah merupakan anugerah dari Allah SWT yang diamanahkan untuk rakyat Indonesia. Dengan begitu, kekayaan alam tersebut harus dikelola dengan sebaik baiknya agar menjadikan Indonesia produktif. Dengan adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang mendukung dan unggul, sebagian wilayah Indonesia melaksanakan pembangunan infrastruktur. Akan tetapi ada daerah yang masih tertinggal. Dalam arti kata daerah tersebut belum memaksimalkan peningkatan kemampuan sumber daya manusia.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian Ilmu Pengetahuan yaitu segala sesuatu yang diketahui, kepandaian, segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Sedangkan Teknologi yaitu ilmu yang menyelidiki cara cara kerja di dalam teknik atau dengan pengertian lain adalah ilmu pengetahuan yang digunakan dalam pabrik-pabrik dan industri-industri (Harahap, Poerbahawadja:1982:1357). Jadi secara umum pengertian IPTEK yaitu suatu mata pelajaran atau informasi yang yang akan meningkatkan atau menambah ilmu serta wawasan dalam dunia industri. Indonesia memiliki kemampuan untuk meningkatkan sumber daya manusia yang unggul. Peningkatan SDM unggul akan sangat mendukung kemajuan Indonesia sehingga Indonesia lebih priduktif. SDM yang unggul juga dapat berdampak pada keberhasilan dan kesuksesan Indonesia dimasa yang akan datang. Salah satu peran penting untuk meningkatkan SDM unggul adalah perbaikan sistem pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran, kepribadian, pengendalian diri pengetahuan dan ketrampilan melalui pengajaran, pelatihan dan penelitian.
Tujuan dari pendidikan yaitu mencerdaskan dan mengembangkan potensi diri guna menjadi pribadi yang baik dan bermartarbat. Sehingga dapat mewujudkan sumber daya manusia unggul dan Indonesia semakin maju membangun bangsa dalam bidang industrialisasi. Kemajuan Indonesia dibidang industri sangatlah penting untuk bersaing dalam dunia secara global. Disisi lain bukan hanya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saja yang harus digali dalam sistem pendidikan, melainkan moral yang baik harus ditanamkan sejak dalam awal pendidikan (sekolah). Sekarang pendidikan IPTEK semakin tinggi karena kecanggihan teknologi semakin canggih. Akan tetapi, ada dampak dari kecanggihan teknologi yaitu semakin rendahnya moral anak. Oleh karena itu perlu adanya keseimbangan dari keduanya (teknologi dan moral).
Kecanggihan teknologi memang tidak bisa dihindari dari kehidupan nyata. Sebuah ide atau inovasi yang muncul akan membawa kemudahan dan memiliki cara baru dalam melakukan aktifitas manusia. Selain memiliki dampak positif, penyalahgunaan teknologi juga berdampak negatif pada manusia khususnya generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang. Sebagai contoh dampak terhadap pelajar yang menyalahgunakan kecanggihan teknologi dengan membuka tayangan tayangan budaya asing yang tidak normatif, membuka situs pornografi yang tidak sesuai dengan yang dibutuhkan didunia pendidikan. Hal tersebut merupakan dampak daripada penyalahgunakan teknologi yamg membuat rendahnya moral manusia.
Moral secara etimologis, kata Moral berasal dari kata mos dari bahasa latin bentuk jamaknya mores yang artinya adalah tata cara atau adat istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti atau susila. Dengan perbaikan moral yang baik di Indonesia, akan memberikan hasil yang positif terhadap Sumber Daya Manusia yang unggul. SDM yang unggul merupakan faktor utama Indonesian produktif.
Dengan demikian peran guru sangat dibutuhkan dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan moral juga harus ditingkatkan agar seimbang dengan kemajuan IPTEK. Ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Ilmu yang begitu canggih disisi lain nilai moral juga dapat menjadi arah untuk menentukan perkembangan i
Teknik Pemisahan Senyawa
Rabu, 18 Desember 2019
Kamis, 04 April 2013
Isolasi Flavonoid pada Bunga Rosella
PRAKTIKUM
TEKNIK PEMISAHAN
(ISOLASI
FLAVONOID PADA BUNGA ROSELLA)
Kelompok 2:
1.
Cahya Mayang jayanti (11.006)
2.
Diah Rukmi P. (11.011)
3.
Ifam pambudi (11.021)
4.
Vivin Restu anggraini (11.044)
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar belakang
Bunga rosella merupakan tanaman yang sekarang terkenal
hampir di seluruh penjuru dunia. Tanaman ini juga mulai populer di Indonesia. Rosella atau yang lebih dikenal dengan
nama teh merah, sebenarnya
tanaman ini sudah lama ada di Indonesia, hanya saja, ia disebut dengan nama
yang berbeda di setiap daerah, banyak
orang yang beranggapan berbeda tentang asal mula rosella tersebut. Ada yang
bilang bahwa rosella berasal
dari afrika, namun ada juga yang bilang rosella
berasal dari India. Namun yang jelas bahwa sesungguhnya rosella telah banyak ditemukan di Indonesia sejak beberapa abad
yang lalu. Hanya saja masyarakat indonesia belum begitu mengenal manfaat atau
khasiat dari rosella tersebut.
Barulah pada akhir-akhir ini diketahui bahwa teh merah rosella memiliki manfaat yang banyak sekali, namun tidak
mengakibatkan efek samping seperti pada teh yang lainnya.
Bunga rosella adalah salah satu tanaman obat yang dapat
digunakan sebagai obat tradisional. Bunga rosella mempunyai
nama ilmiah Hibiscus Sabdariffa Linn dari famili malvaceae pada
awalnya merupakan tumbuhan liar yang tidak diketahui manfaatnya, sekarang
merupakan tumbuhan budidaya yang populer dan hampir seluruh bagian tanaman ini dapat
digunakan untuk kebutuhan pengobatan, terutama untuk pengobatan alternatif. Hal
ini dikarenakan bunga rosella mengandung senyawa metabolit sekunder yang diduga
mempunyai efek antibakteri. Adapun kandungan kimia dari tumbuhan rosella
adalah alkaloid, flavonoid, triterpen, steroid, dan fenolik. Kandungan kimia
bunga rosella yang diduga mempunyai efek sebagai antibakteri adalah flavonoid.
Dimana kandungan flavonoid mampu menghambat dan membunuh kuman - kuman,
mikroorganisme yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia.
Pengambilan
flavonoid secara umum dari bahan alam menggunakan prinsip dasar ekstraksi, ada
dua macam metode ekstraksi yang digunakan yaitu ekstraksi dengan pelarut
menggunakan cara dingin dan ekstraksi
menggunakan pelarut dengan cara panas. Akan tetapi untuk mengisolasi flavonoid
digunakan metode ekstraksi dengan cara dingin karena flavonoid tidak tahan
panas dan rusak pada suhu tinggi.
Dalam mengisolasi bunga rosella
dapat mengetahui bagaimana cara mengisolasi dan mengetahui kandungan flavonoid
bunga rosella. Adapun metode yang digunakan yaitu metode maserasi, perkolasi
dan evaporasi. Dipilih metode ini karena prosesnya cepat dan mudah. Setelah
dihasilkan ekstrak kental dari serbuk bunga rosella maka dilakukan identifikasi
senyawa flavonoid menggunakan reaksi warna. Alasan menggunakan reaksi warna yaitu
bahannya mudah didapatkan dalam skala lab, serta prosesnya mudah. Kemudian hasil ekstrak kental yang mengandung
flavonoid diharapkan berfungsi untuk obat tradisional, khususnya sebagai obat
anti bakteri atau jamur, karena kandungan flavonoid dalam bunga rosella dapat
menghambat pertumbuhan bakteri atau jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada
tubuh manusia.
Rumusan Masalah
1. Metode
apa yang digunakan untuk mengisolasi flavonoid dari bunga rosella?
2. Bagaimana cara menguji senyawa flavonoid?
Tujuan
1. Untuk
mengetahui metode apa yang digunakan untuk mengisolasi flavonoid dari bunga
rosella.
2. Untuk
mengetahui bagaimana cara menguji senyawa flavonoid yang diekstrak dari bunga
rosella.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bunga rosella
Tumbuhan rosella tumbuh liar di
pinggir-pinggir jalan, perkebunan dan sawah di Indonesia. Warna, bentuk dan
ukuran sedikit berbeda disetiap daerah. Bahkan tidak hanya warna, bentuk dan
ukurannya namun sebutannya pun satu daerah dan daerah lain berbeda. Misalnya
ada yang menyebut rosella kembang gandaria, karena rasa asamnya mirip buah
gandaria dan ada juga yang menyebutnya kembang frambosen karena warnanya mirip
dengan buah frambosen.
2.1.1 Nama umum
Indonesia : Rosella, perambos, gamet walanda
(Sunda), kasturi roriha (Ternate)
Inggris : Roselle, red sorrel
Cina : luo shen kui, luo shen hua
2.1.2 Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta
(Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta
(Menghasilkan biji)
Divisi :
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida
(berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
(suku kapas-kapasan)
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus
sabdariffa L.
2.1.3Morfologi
Tinggi tanaman rosela mencapai 0,5-2,4 m (Lampung Post, 2004). Tipe daun tanaman ini adalah daun tunggal tidak lengkap (daun bertangkai) dengan tipe duduk daun majemuk menyirip gasal berseling dan warna daun dewasa bervariasi dari hijau tua sampai merah kekuningan. Batang tanaman bulat, berserat dan bercabang. Tanaman rosela memiliki akar tunggal yang cukup dalam. Buah tanaman rosela berwarna hijau tua dan mampu mencapai diameter 5,3 cm dan panjang 5 cm
Tinggi tanaman rosela mencapai 0,5-2,4 m (Lampung Post, 2004). Tipe daun tanaman ini adalah daun tunggal tidak lengkap (daun bertangkai) dengan tipe duduk daun majemuk menyirip gasal berseling dan warna daun dewasa bervariasi dari hijau tua sampai merah kekuningan. Batang tanaman bulat, berserat dan bercabang. Tanaman rosela memiliki akar tunggal yang cukup dalam. Buah tanaman rosela berwarna hijau tua dan mampu mencapai diameter 5,3 cm dan panjang 5 cm
2.1.4
Kandungan bunga rosella
Bunga rosella mengandung omega 3
yang terdapat dalam kelopaknya yang bermanfaat untuk pertumbuhan dan kecerdasan
otak anak. Asam sitrat dan asam malat memberi sensasi yang menyegarkan ketika
kelopak diseduh. Dari segi kesehatan, rosella mempunyai manfaat untuk mencegah
penyakit. Menurut penelitian Ballitas Malang, bunga rosella, terutama dari
tanaman yang berkelopak bunga tebal ( juicy), misalnya rosella merah berguna
untuk mencegah penyakit Kanker dan radang, mengendalikan tekanan darah, melancarkan
peredaran darah dan melancarkan buang air besar. Gossy peptin anthocyanin dan
glucoside hibiscin yang mempunyai efek diuretik dan choleretik, memperlancar
peredaran darah, mencegah tekanan darah tinggi, meningkatkan kinerja usus serta
berfungsi sebagai tonik ( obat kuat). Dari segi penelitian terbukti bahwa
kelopak bunga rosella mempunyai efek anti-hipertensi, kram otot dan anti
infeksi-bakteri. Dalam eksperimen ditemukan juga bahwa ekstrak kelopak bunga
rosella mengurangi efek alkohol pada tubuh kita, mencegah pembentukan batu
ginjal, dan memperlambat pertumbuhan jamur atau bakteri penyebab demam tinggi.
kelopak bunga rosella juga membantu melancarkan peredaran darah dengan mengurangi
derajat kekentalan darah. Ini terjadi karena asam organik, poly-sakarida dan
flavonoid yang terkandung dalam ekstrak kelopak bunga rosella sebagai antibakteri.
Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah kelopak bungga rosella mengandung
vitamin C dalam kadar tinggi yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh
manusia terhadap serangan penyakit.
2.2 Flavonoid
Senyawa flavonoid diturunkan dari unit C6-C3(
fenil propana) yang bersumber dari asam sikimat (fia fenilalanin) dan unit C6 yang
ditunkan dari jalur poliketida. Frakmen poliketida ini disusun dari 3 molekul
malonil-koA, yang bergabung dengan unit C6-C3 (sebagai
koA tioester)untuk membentuk unit awal triketida.
Oleh karena itu flavonoid yang berasal dari bio sintesis
gabungan terdiri atas unit-unit yang diturunkan dari asam sikimat dan jalur
poliketida. Unit awal triketida mengalami siklisasi oleh enzim kalkon sintase untuk
membentuk gugus kalkon pada flavonoid. Kemudian terjadi siklisasi untuk menghasilkan cincin
piranon yang mengandung inti flavanon, yang dapat memiliki ikatan C2-C3
teroksidasi (tak jenuh) untuk menghasilkan gugus flavon
2.2.1
Sifat kelarutan Flavonoida
Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu
mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat
larut dalam basa. Tetapi harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan
di samping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai
sejumlah gugus hidroksi, atau suatu gula, flavonoida merupakan senyawa polar,
maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar seperti Etanol, Metanol,
Butanol, Aseton, Dimetilsulfoksida (DMSO), Dimetilformamida (DMF), Air dan
lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan)
cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan
demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang
lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti
isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasa cenderung
lebih mudah larut dalam pelarut seperti Eter dan Kloroform.
(Markham,
1988)
2.2.2Flavon
Flavon mudah dipecah oleh alkali menghasilkan diasil metan atau tergantung pada kondisi reaksi, asam benzoate yang diturunkan dari cincin A. flavon stabil terhadap asam kuat dan eternya mudah didealkilasi dengan penambahan HI atau HBr, atau dengan aluminium klorida dalam pelarut inert. Namun demikian, selama demetilasi tata ulang sering teramati oleh pengaruh asam kuat dapat menyebabkan pembukaan cincin pada cara yang lain. Sebagai contoh demetilasi 5,8-dimetoksiflavon dengan HBr dalam asam asetat menghasilkan 5,6 dihidroksiflavon (persamaan 1). Dalam keadaan khusus pembukaan lanjut dapat terjadi (persamaan2). Demetilasi gugus 5-metoksi dalam polimetoksiflavon segera terjadi pada kondisi yang cocok, sehingga 5-hidroksi-polimetoksiflavon mudah dibuat.
Flavon mudah dipecah oleh alkali menghasilkan diasil metan atau tergantung pada kondisi reaksi, asam benzoate yang diturunkan dari cincin A. flavon stabil terhadap asam kuat dan eternya mudah didealkilasi dengan penambahan HI atau HBr, atau dengan aluminium klorida dalam pelarut inert. Namun demikian, selama demetilasi tata ulang sering teramati oleh pengaruh asam kuat dapat menyebabkan pembukaan cincin pada cara yang lain. Sebagai contoh demetilasi 5,8-dimetoksiflavon dengan HBr dalam asam asetat menghasilkan 5,6 dihidroksiflavon (persamaan 1). Dalam keadaan khusus pembukaan lanjut dapat terjadi (persamaan2). Demetilasi gugus 5-metoksi dalam polimetoksiflavon segera terjadi pada kondisi yang cocok, sehingga 5-hidroksi-polimetoksiflavon mudah dibuat.
2.2.4
Simplisia bunga rosella
Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang
berasal dari kata simple, berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia
dipakai untuk menyebutkan bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud
aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Departemen Kesehatan RI membuat
batasan tentang simplisisa sebagai berikut:
Simplisia adalah bahan alami yang
digunakan untuk obat dan belum mengalami proses perubahan apapun, dan kecuali
dinyatakan lain umumnya dalam bentuk yang telah dikeringkan. Sebelum dilakukan isolasi flavonoid, sampel bunga
rosella disimplisiakan terlebih dahulu dengan cara :
1. Pengumpulan bahan baku
Tahapan pengumpulan bahan baku
sangat menentukan kualitas bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam
tahapan ini adalah masa panen. Berdasarkan garis besar pedoman panen,
pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai berikut :
2. Bunga
Pemanenan bunga tergantung dari
tujuan pemanfaatan kandungan aktifnya. Panen dapat dilakukan pada saat
menjelang penyerbukan, saat bunga masih kuncup.
3. Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil
panen ketika tanaman masih segar. Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing atau bahan-bahan asing lainnya dari
bahan simplisia.
4. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk
menghilangkan pengotoran lainnya yang melekat pada bagian simplisia. Pencucian
dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur atau air
PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam air yang
mengalir, pencucian dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin dengan cara
dialirkan air ke bahan simplisia.
5. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses
perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengempakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan
langsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan
dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga
diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.
6. Pengeringan
Tujuan
pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga
dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Suhu pengeringan tergantung pada
bahan simplisia dengan cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan
pada suhu 30°C-90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak lebih dari 60°C. Bahan
simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah
menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 30°C-45°C.
7. Dijadikan serbuk
Setelah dihasilkan simplisia yang
kering, kemudian dilakukan Dihaluskan dengan mesin penggiling
(blender), kemudian diayak dengan ayakan, Simplisia kering halus disimpan dalam
wadah yang bersih dan kering, lalu serbuk siap diekstrak.
Simplisia bunga rosella yang digunakan adalah
serbuk dari bunga Digunakan serbuknya karena serbuk memiliki luas permukaannya
lebih kecil jadi pelarut mudah masuk ke dalam pori-pori simplisia daun jambu
biji dibandingkan dengan menggunakan tanaman segar daun jambu biji masih
mengandung kadar air sehingga dapat mempengaruhi konsentrasi pelarut. Pelarut
yang digunakan adalah etanol 96% karena tidak banyak mengandung kadar air
sehingga hasil ekstraksi lebih kental dan murni.
2.4 Metode isolasi flavonoid
Metode
yang digunakan dalam isolasi flavonoid adalah metode maserasi, perkolasi, dan evaporasi.
Adapun alat-alat yang digunakan adalah :
1.
Maserasi
Meserasi
berasal dari istilah mecaration dari bahasa latin macerace, yang artinya
merendam, merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus
memungkinkan untuk direndam dalam mentrum sampai meresap dan melunak susunan
sel, sehingga zat – zat yang mudah larut akan melarut. (Ansel, 1989 : 607).
Maserasi merupakan penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dengan cairan penyari. Cairan penyari yang menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif
akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
dalam sel dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar.
Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang
mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung
zat yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin,
stirak dan lain-lain. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol,
air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan
pengawet, yang diberikan pada awal penyarian.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah
cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.
Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang
sempurna
Maserasi pada umumnya dilakukan dengan
cara: 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam
bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan
dibiarkan selama minimal 24 jam, terlindung dari cahaya, sari diserkai.(sediaan
galenik,1986).
2.
Perkolasi
Perkolasi
berasal dari bahasa latin per artinya melalui dan colore yang
artinya merembes, secara umum dapat dinyatakan sebagai proses dimana obat yang
sudah halus, zat yang larutannya diekstraksi dalam pelarut yang cocok dengan
cara melewatkan perlahan-lahan melalui obat dalam suatu kolom. Obat dimampatkan
dalam alat ekstraksi yang khusus disebut perkolator, dengan ekstraksi yang
telah dikumpulkan disebut perkolat. Kebanyakan ekstraksi obat dikerjakan dengan
cara perkolasi. (Ansel, 1989 : 608). Perkolasi adalah cara
penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk
simplisia yang telah dibasahi
Prinsip
perkolasi adalah sebagai berikut :
Serbuk
simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,
cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai
keadaaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya berratnya sendiri
dan cairan di atasnya, dikurangi dengan gaya kapiler yang cenderung untuk
menahan.
Kekuatan
yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut,
tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran
(friksi)
Kelebihan
cara perkolasi :
a.
Aliran cairan penyari mennyebabkan
adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih
rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
b.
Ruangan diantar butir-butir serbuk
simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari, karena kecilnya
saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan
atas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Alat yang digunakan untuk perkolasi
disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari
atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau
perkolat, sedang sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa
perkolasi. Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator berbentuk tabung, perkolator
berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong. (sediaan galenik,1986).
3.
Evaporasi
Evaporasi
merupakan suatu proses penguapan sebagian dari pelarut sehingga didapatkan
larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Tujuan dari evaporasi
itu sendiri yaitu untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang
tak mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap. Dalam kebanyakan proses
evaporasi, pelarutnya adalah air. Evaporasi tidak sama dengan
pengeringan, dalam evaporasi sisa penguapan adalah zat cair, kadang-kadang zat
cair yang sangat kental, dan bukan zat padat. Begitu pula, evaporasi berbeda
dengan distilasi, karena disini uapnya biasanya komponen tunggal, dan walaupun
uap itu merupakan campuran, dalam proses evaporasi ini tidak ada usaha untuk
memisahkannya menjadi fraksi-fraksi. Biasanya dalam evaporasi, zat cair pekat
itulah yang merupakan produk yang berharga dan uapnya biasanya dikondensasikan
dan dibuang.
2.5 Sifat fisika dan
kimia bahan
Serbuk bunga rosella
Sifat fisik : - berwarna
merah
- berasa asam
Sifat kimia : - bersifat semipolar
- mudah larut dalam basa
Etanol 96%
Sifat fisik - sedikit mengandung komponen air
- titik didih tinggi
- mudah menguap
Sifat kimia : - sedikit basa
- Bersifat
racun pada konsentrasi tinggi
BAB III
METOODOLOGI KERJA
1.Alat dan Bahan
1.1 Alat
Alat yang digunakan yaitu beaker glass 500 ml, anak timbangan,
kertas perkamen, batang pengaduk, sendok tanduk, alat perkolasi, alat evaporasi,
tabung reaksi, rak tabung reaksi,dan botol aquades,
1.2
Bahan
Bahan
yang digunakan yaitu serbuk simplisia bunga rosella, etanol 96 %.
1.3 Prosedur
Kerja
1.1.1 Pembuatan simplisia bunga
rosella
1. Bunga
rosella yang segar dicuci dengan air hingga bersih.
2. Disortasi
basah, bagian bunga yang kurang bagus dibuang.
3. Dikeringkan
dengan cara dioven dengan suhu 600C
4. Disortasi
kering, bagian daun yang kurang kering atau gosong dibuang.
5. Dihaluskan
dengan mesin penggiling (blender), kemudian diayak dengan ayakan.
6. Simplisia
kering halus disimpan dalam wadah yang bersih dan kering.
7. Simplisia
kering siap untuk diekstrak.
1.1.2
Metode
maserasi
1.
Menimbang serbuk simplisia kering bunga
rosella sebanyak 50 g dan mengambil pelarut etanol 96 % sebanyak ± 250 ml
(1:5).
2. Merendam
serbuk simplisia kering bunga rosella dalam cairan etanol selama 24 jam sampai
pelarut jenuh.
1.1.3
Metode
perkolasi
1. Serbuk
simplisia dari proses maserasi ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang
bagian bawahnya diberi sekat berpori.
2. Mengalirkan
cairan penyari etanol 96 % dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut.
Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit sampai pelarut yang
mengalir melalui simplisia tidak berwarna.
1.1.4 Metode evaporasi
1.
Ekstrak cair dari hasil ekstraksi bunga rosella dimasukan kedalam labu
dasar bulat dengan volume 2/3 bagian dari volume labu dasar bulat yang
digunakan.
2.
Memanaskan di waterbath/ pemanas sesuai dengan suhu pelarut yang
digunakan yaitu suhu etanol sekitar 60 – 800C, setelah suhu tercapai
labu dasar bulat yang telah terisi ekstrak cair di pasang dengan kuat pada ujung
rotor yang menghubungkan dengan kondensor.
3.
Menjalankan aliran air pendingin dan pompa vakum dijalankan, kemudian
tombol rotor diputar dengan kecepatan tertentu (5-8 putaran). Proses penguapan
ini dilakukan hingga memperoleh ekstrak yang ditandai dengen terbentuknya
gelembung- gelembung udara yang pecah pada permukaan ekstrak atau jika sudah
tidak ada lagi pelarut yang menetes pada alas bulat penampung.
4.
Setelah proses penguapan selesai, rotary evaporator dihentikan dengan
cara terlebih dahulu dilakukan pemutaran tombol rotor ke arah nol (menghentikan
putaran rotor) dan temperatur pada watherbath dinol kan. Pompa vakum dinol kan,
kemudian pompa labu dasar bulat di keluarkan setelah sebelumnya kran mengatur tekanan
pada ujung kondensor dibuka. Apabila proses pemekatan kurang maksimal, dapat
dilakukan pemanasan biasa dengan menggunakan waterbath dengan bantuan
pengadukan agar tidak gosong. Suhu watebath diatur sesuai dengan titik didih
etanol.
1.4 Identifikasi
Flavonoid
1. Ambil 5 ml ekstrak bunga rosella
tambahkan eter secukupnya, kemudian tambahkan 3 tetes H2SO4
pekat. Perubahan warna yaitu: warna merah sekali : +++, merah sedang : ++,
sedikit : +.
2. Ambil 5 ml ekstrak bunga rosella
tambahkan 0,5 mL HCl pekat, serta berikan sedikit serbuk magnesium, perubahan
warna menjadi merah atau serbuk bunga rosella 2 g tambahkan metanol, di panaskan selama 10 menit, lalu dipisahkan filtratnya tambahkan HCl tambahkan logam Mg larutan warna merah. Adanya aglikon flavonoid
ditunjukkan dengan terjadinya warna merah atau jingga.
3. Ambil 5 ml ekstrak bunga rosella,
tambahkan NaOH perubahan warna menjadi kuning.
4. Siapkan hasil ekstrak bunga rosella
kemudian tambahkan 2 ml etanol 95%, 0,5 serbuk Zn dan 2 ml HCl 2 N, diamkan
selama 1 menit. Lalu tambahkan 10 ml HCl pekat dan diamkan lagi selama 2 – 5
menit. Reaksi positif apabila terbentuk warna merah intensif.
5. Sebanyak 3 tetes sampel bunga
rosella diteteskan pada platetes kemudian tambahkan larutan FeCl3
dan amati perubahan yang terjadi. Reaksi positif terjadi apabila terjadi warna
hijau.
6. Pereaksi terdiri dari
difenilboriloksietilamina P 1% dan polietilenglikol 4.000 P 5% dalam etanol.
Lempeng disemprot dengan 10 ml larutan difenilboriloksietilamina P 1% kemudian
disemprot dengan 8 ml larutan polietilenglikol 4.000 P 5%. Pereaksi penampak
ini digunakan untuk mengamati flavonoid, aloin. Berpendar kuning intensif,
hingga hijau dan jingga Pendaran akan segera nampak atau setelah 15 menit pada
cahaya UV-365 nm.(www.KMIPAidentifikasiflavonoid.com)
BAB IV
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
1.1 Hasil
pengamatan
1.1.1
Metode
maserasi
No.
|
Prosedur kerja
|
prosedur
|
1.
|
Menimbang serbuk simplisia kering bunga rosella
sebanyak 86,7 g dan mengambil pelarut etanol 96 % sebanyak 300 mL.
|
Larutan berwarna merah muda
|
2.
|
Merendam
serbuk simplisia kering bunga rosella dalam cairan etanol selama 2 hari
sampai pelarut jenuh.
|
Larutan berwarna merah kehitaman
|
4.1.2 Metode penyaringan vakum
No.
|
Prosedur
kerja
|
Pengamatan
|
1.
|
Hasil dari maserasi
dilakukan penyaringan vakum
|
Menghasilkan filtrat dan
residu
Filtrat : larutan berwarna
merah kehitaman
Residu: serbuk berwarna
merah
|
1.1.2
Metode
perkolasi
No.
|
Prosedur kerja
|
Pengamatan
|
1.
|
Serbuk
simplisia dari proses maserasi ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori.
|
Serbuk bunga rosella berwarna merah (hasil dari maserasi) dan menggunakan
pelarut etanol
|
2.
|
Mengalirkan cairan penyari etanol 96% dialirkan dari atas ke bawah
melalui serbuk tersebut.
|
Menggunakan pelarut etanol sebanyak 300 mL dan dihasilkan perkolat
berwarna merah.
|
1.1.3
Metode
Evaporasi
No.
|
Prosedur kerja
|
Pengamatan
|
1.
|
Ekstrak cair dari hasil ekstraksi bunga rosella
dimasukan kedalam labu dasar bulat.
|
Ekstrak cair
berwarna merah kehitaman sebanyak 350 mL.
|
2.
|
Dipanaskan sesuai dengan suhu pelarut yang
digunakan yaitu suhu etanol 78oC, setelah suhu tercapai labu dasar
bulat yang telah terisi ekstrak cair di pasang dengan kuat pada ujung rotor
yang menghubungkan dengan kondensor.
|
Ekstrak cair
diputar dengan pemanasan di dalam labu dasar bulat.
|
3.
|
Menjalankan aliran air pendingin dan pompa
vakum dijalankan, lalu tombol rotor diputar. Sampai terbentuknya gelembung-
gelembung udara yang pecah pada permukaan ekstrak atau jika sudah tidak ada
lagi pelarut yang menetes pada alas bulat penampung.
|
Ekstrak cair terpisah dengan pelarut.
Pelarut menguap dan terkondensasi menjadi pelarut jernih yang ditampung
pada labu dasar bulat
|
4.
|
Setelah penguapan selesai,
rotary evaporator dihentikan dengan cara memutar tombol rotor ke arah nol
(menghentikan putaran rotor) dan temperatur pada watherbath dinol kan. Pompa
vakum dinol kan, kemudian pompa labu dasar bulat di keluarkan setelah
sebelumnya kran mengatur tekanan pada ujung kondensor dibuka
|
Dihasilkan ekstrak kental sebanyak 33mL berwarna merah
kehitaman dan pelarut etanol (larutan tak berwarna)
|
4.2
Uji dentifikasi
Ekstrak kental + aquades larutan
zat berwarna merah muda
1.
Larutan
zat + NaOH kuning
2.
Larutan
zat + FeCl3 hijau
tua
3.
Larutan
zat + H2SO4 merah
Perhitungan:
Berat serbuk bunga rosella = 86,7 g
Hasil ekstrak flavonoid = 33 mL = 0,033 L
% rendemen flavonoid = berat serbuk bunga rosella / hasil
ekstrak flavonoid × 100 %
= 86,7 g / 0,033 mL × 100 %
= 262,727 %
4.3 Pembahasan
Proses isolasi
flavonoid dalam bunga rosella bertujuan untuk mengetahui metode yang digunakan
untuk proses isolasi bahan alam khususnya flavonoid. Prinsip dasar isolasi flavonoid
adalah ekstraksi pelarut. Ekstraksi pelarut merupakan pengambilan zat aktif dalam
bahan alam dengan bantuan pelarut yang sesuai. Metode yang digunakan yaitu
metode maserasi, perkolasi serta rotary evaporator. Metode maserasi merupakan
proses perendaman simplisia dengan etanol 96%. Mekanisme kerjanya adalah memasukkan
serbuk bunga rosella sebanyak 86,7 g ke dalam beaker glass dengan menambahkan
etanol 96 % sebagai pelarutnya, pelarut yang tak berwana (bening) akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif
akan larut (warna larutan penyari menjadi merah kehitaman) dan karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang diluar
sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar dalam waktu 2 hari. Alasan
menggunakan pelarut etanol 96% yaitu untuk menghasilkan ekstrak yang kental
(murni) sehingga mempermudah untuk proses identifikasi. Tahap berikutnya adalah
tahap penyarian dengan cara perkolasi. Proses ini dilakukan untuk menyempurnakan proses ekstraksi maserasi yang
belum maksimal, karena kemungkinan ekstrak belum seluruhnya tersari oleh
pelarut etanol, sebab keadaan pelarut etanol yang sudah jenuh. Lalu dilakukan
perkolasi selama 4 jam sampai pelarut yang menetes dari serbuk simplisia
berubah warna menjadi larutan tak berwarna. Keuntungan
menggunakan cara penyarian ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan karena
sampel padat telah terpisah dari ekstrak. Mekanisme kerja perkolasi yaitu
cairan penyari akan melarutkan zat aktif melalui sel-sel yang dilalui sampai
mencapai keadaan jenuh. Dengan cara perkolasi, aliran cairan penyari menyebabkan
pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih
rendah. Selain itu, ruang diantara pori–pori akan membentuk saluran tempat
cairan penyari mengalir. Setelah dihasilkan ekstrak hasil perkolasi berupa
campuran antara zat aktif dan pelarut, untuk memisahkan zat aktif dalam pelarut
maka dilakukan proses rotary evaporator dengan suhu 78oC, karena
dalam suhu tersebut pelarut akan menguap dan dihasilkan ekstrak kental dari
bunga rosella. Alasan menggunakan metode tersebut karena prosesnya cepat dan
mudah. Pada saat identifikasi digunakan reaksi warna meliputi FeCl3, NaOH,
dan H2SO4. Digunakan reagen FeCl3 yaitu untuk
mengidentifikasi gugus fenol, NaOH untuk identifikasi adanya senyawa fenol
dalam kandungan flavonoid tersebut dan H2SO4 digunakan untuk mengidentifikasi adanya senyawa
flavonoid golongan auron.
Kesimpulan
Flavonoid dapat diperoleh dari
proses ekstraksi bunga rosella, dengan metode maserasi, perkolasi dan rotary evaporator.
Jumlah rendemen flavonoid yang diperoleh dari ekstraksi tersebut sebanyak 262,727 %.
Langganan:
Postingan (Atom)